Hewan Purba Indonesia
Apa itu hewan purba?
Hewan purba adalah hewan yang hidup pada masa lalu, kemudian mengalami kepunahan. Namun, tidak semua hewan purba mengalami kepunahan. Ada beberapa hewan purba yang masih bertahan, baik di laut dan di darat. Contoh hewan yang sudah punah adalah megalodon, dinosaurus, dan titanoboa. Hewan-hewan tersebut hidup di berbagai zaman dan ukurannya sangat besar.
Hewan Purba di Indonesia
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dan hewani yang menarik untuk diketahui. Ada berbagai spesies hewan purba yang ada di Indonesia. Hewan ini tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
1. Hewan Purba Komodo
Komodo merupakan spesies terbesar dari familia Varanidae, sekaligus kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2–3 meter dan beratnya bisa mencapai 100 kilogram. Komodo merupakan pemangsa puncak di habitatnya karena sejauh ini tidak diketahui adanya hewan karnivor besar lain selain biawak ini di sebarang geografisnya.
Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka menjadi salah satu hewan purba paling terkenal di dunia. Sekarang, habitat komodo yang sesungguhnya telah menyusut akibat aktivitas manusia, sehingga lembaga IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak komodo telah ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia dan habitatnya dijadikan taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, yang tujuannya didirikan untuk melindungi mereka.
2. Hewan Purba Buaya
Buaya adalah reptil bertubuh besar yang hidup di air. Secara ilmiah, buaya meliputi seluruh spesies anggota suku Crocodylidae, termasuk pula buaya sepit (Tomistoma schlegelii). Meski demikian nama ini dapat pula dikenakan secara longgar untuk menyebut buaya aligator, kaiman dan gavial; yakni kerabat-kerabat buaya yang berlainan suku.
Buaya umumnya menghuni habitat perairan tawar seperti sungai, danau, rawa dan lahan basah lainnya. Namun, ada pula yang hidup di air payau seperti buaya muara. Makanan utama buaya adalah hewan-hewan bertulang belakang seperti bangsa ikan, reptil dan mamalia, kadang-kadang juga memangsa moluska dan krustasea bergantung pada spesiesnya. Buaya merupakan hewan purba, yang hanya sedikit berubah karena evolusi semenjak zaman dinosaurus.
Dikenal pula beberapa nama daerah untuk menyebut buaya, seperti misalnya buhaya (Sunda); buhaya (Banjar); baya atau bajul (Jawa); bicokok (Betawi), bekatak, atau buaya katak untuk menyebut buaya bertubuh kecil gemuk; senyulong, buaya jolong-jolong (Melayu), atau buaya julung-julung untuk menyebut buaya ikan; buaya pandan, yakni buaya yang berwarna kehijauan; buaya tembaga, buaya yang berwarna kuning kecoklatan; dan lain-lain.
Dalam bahasa Inggris buaya dikenal sebagai crocodile. Nama ini berasal dari penyebutan orang Yunani terhadap buaya yang mereka saksikan di Sungai Nil, krokodilos; kata bentukan yang berakar dari kata kroko, yang berarti “batu kerikil”, dan deilos yang berarti “cacing” atau “orang”. Mereka menyebutnya “cacing bebatuan” karena mengamati kebiasaan buaya berjemur di tepian sungai yang berbatu-batu.
3. Penyu
Penyu adalah kura-kura laut yang ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jura (145-208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dhinosaurus. Pada masa itu, Archelon yang berukuran panjang badan enam meter, dan Cimochelys telah berenang di laut purba seperti penyu masa kini.
4. Ikan Arwana
Arwana Asia (Scleropages formosus) atau Siluk Merah adalah salah satu spesies ikan air tawar dari Asia Tenggara. Ikan ini memiliki badan yang panjang; sirip dubur terletak jauh di belakang badan. Arwana Asia umumnya memiliki warna keperak-perakan. Arwana Asia juga disebut “Ikan Naga” karena sering dihubung-hubungkan dengan naga dari Mitologi Tionghoa.Arwana Asia adalah spesies asli sungai-sungai di Asia Tenggara khususnya Indonesia. Ada empat varietas warna yang terdapat di lokasi, yaitu hijau, ditemukan di Indonesia, Vietnam, Birma, Thailand, dan Malaysia; emas dengan ekor merah, ditemukan di Indonesia; emas, ditemukan di Malaysia; dan merah, ditemukan di Indonesia.
Arwana Asia terdaftar dalam daftar spesies langka yang berstatus “terancam punah” oleh IUCN tahun 2004. Jumlah spesies ini yang menurun dikarenakan seringnya diperdagangkan karena nilainya yang tinggi sebagai ikan akuarium, terutama oleh masyarakat Asia. Pengikut Feng Shui dapat membayar harga yang mahal untuk seekor ikan ini.
5. Tenggiling
Tenggiling atau trenggiling (juga disebut sebagai pemakan semut bersisik) adalah mamalia dari ordo Pholidota. Satu keluarga yang masih ada, Manidae, memiliki tiga genera, yaitu Manis yang terdiri atas empat spesies yang hidup di Asia, Phataginus yang terdiri atas dua spesies hidup di Afrika, dan Smutsia yang terdiri atas dua spesies juga tinggal di Afrika. Spesies ini berbagai ukuran dari 30 sentimeter hingga 100 sentimeter. Sejumlah spesies tenggiling punah juga diketahui. Nama pangolin berasal dari kata bahasa Melayu “pengguling”. Tenggiling ditemukan secara alami di daerah tropis di seluruh Afrika dan Asia.
6. Ikan Raja Laut
Coelacanth Indonesia (Latimeria menadoensis) atau juga disebut di Indonesia sebagai ikan raja laut, adalah salah satu dari dua spesies hidup coelacanth, sejenis ikan purba, yang masih ada hingga kini. Coelacanth Indonesia memiliki ciri berwarna sisik tubuh kecokelatan. Ikan langka ini masuk ke dalam daftar IUCN Red List dengan kategori rentan. Satu spesies lainnya, yaitu Latimeria chalumnae (Coelacanth Samudra Hindia Barat) masuk dalam daftar terancam kritis.
7. Belangkas
Mimi atau Belangkas (suku Limulidae) mencakup empat jenis hewan beruas (artropoda) yang menghuni perairan dangkal wilayah paya-paya dan kawasan mangrove. Kesemuanya merupakan anggota suku Limulidae dan menjadi satu-satunya wakil dari bangsa Xiphosurida yang masih sintas di bumi. Cetakan fosil hewan ini tidak mengalami perubahan bentuk berarti sejak masa Devon (400-250 juta tahun yang lalu) dibandingkan dengan bentuknya yang sekarang, meskipun jenisnya tidak sama.
Orang Jawa menyebut mimi untuk yang berjenis kelamin jantan dan mintuna untuk yang betina. Hewan ini monogamik, sehingga sering dijadikan simbol kelanggengan pasangan suami-isteri. Orang Inggris mengenalnya sebagai horseshoe crab atau “ketam ladam” karena bentuknya yang dianggap seperti ladam kuda. Belangkas merupakan satwa dilindungi di Indonesia.
Esktrak plasma darahnya (Haemocyte lysate) banyak digunakan dalam kajian biomedis dan lingkungan. Di Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang ekstrak darah ini digunakan sebagai bahan pengujian endotoksin serta untuk mendiagnosis penyakit meningitis dan gonore. Serum anti-toksin menggunakan belangkas telah berkembang di Eropa, Amerika Serikat, Jepang, dan Asia Barat.
Warna darah belangkas adalah biru, terbentuk dari senyawa mirip hemoglobin pada manusia, yang disebut hemosianin. Apabila hemoglobin memiliki atom besi sebagai pusat, hemosianin memiliki atom tembaga sebagai pusatnya.
Daging dan telur belangkas bisa dikonsumsi. Masyarakat Melayu di Kota Tinggi, Johor, mengenal masakan asam pedas dan sambal tumis belangkas. Belangkas juga disantap dengan hanya memanggang atau membakar saja. Namun, belangkas menghasilkan sejenis racun yang bisa memabukkan. Hanya bagian tertentu saja boleh dimakan dan hanya seorang yang sudah terbiasa dan ahli saja yang mengetahui cara menyajikan makanan laut belangkas ini dengan aman.
Nah, Grameds. Demikian sekelumit cerita tentang hewan purba yang masih hidup di Indonesia. Ternyata cara hewan-hewan ini mempertahankan hidup sangat unik. Namun, meski hewan ini sebagian besar adalah hewan buas, kita tidak boleh memburu hewan-hewan ini agar ekosistem alam tetap terjaga kelestariannya.
Untuk kalian yang ingin selalu mengikuti perkembangan informasi dari Gramedia, jangan lupa unduh aplikasi Gramedia Digital di gawai kalian. Banyak informasi seru yang akan dibagikan setiap harinya. Selain itu, promo-promo menarik seputar produk Gramedia yang keren akan selalu hadir melalui ruang digital kalian. Dapatkan juga potongan harga menarik untuk setiap promonya. Gramedia Digital hadir untuk kalian, karena Gramedia Digital adalah #SahabatTanpaBatas.
Comments
Post a Comment